Oleh Ian Brown, Celia Abolnik, Juan Garcia-Garcia, Sam McCullough, David E. Swayne and Giovanni Cattoli
Diterjemahkan oleh: Agna D. Lantria
DISCLAIMER
Artikel terjemahan ini dimaksudkan bagi pembaca berbahasa Indonesia untuk dapat mempelajari artikel keilmuan terkait. Penerjemah tidak mendapatkan keuntungan apapun dari kegiatan penerjemahan ini.
Perkenalan
Avian Influenza berpatogenitas tinggi (Highly Pathogenic Avian Influenza/ HPAI), pada awalnya disebut “sampar unggas”, pertama kali dikenali sebagai penyakit yang berbeda pada tahun 1878, laporan wabah umum ditemukan pada banyak negara di Eropa dan Afrika Utara selama periode akhir abad ke-19. Selama abad ke-20 juga terus ada laporan-laporan yang muncul sampai ke decade akhirnya, Ketika, terutama karena HPAI, infeksi dan penyakit yang disebabkannya menjadi menetap di banyak tempat di dunia.
Virus influenza A mampu menimbulkan penyakit yang parah pada unggas, yang disebut HPAI, merupakan turunan dari prekursor virus berpatogenitas rendah dari subtipe H5 dan H7. Pada umumnya telah diterima bahwa virus-virus HPAI (HPAIV) muncul mengikuti transmisi virus berpatogenitas rendah (LPAI) dari subtipe H5 dan H7 kepada unggas galinaseus, dan melalui proses adaptasi hospes akhirnya mendapatkan perubahan pada gen hemaglutininnya yang mengakibatkan patogenitas yang tinggi. Pada beberapa contoh kasus mutasi dari LPAI menjadi HPAI tampaknya terjadi sangat cepat setelah masuknya virus pada unggas, akan tetapi pada kasus lain virus-virus LPAI dari subtipe H5 dan H7 telah bersirkulasi dulu untuk beberapa wakt sebelum akhirnya mutasi terjadi, atau telah bersirkulasi sebagai LPAI tanpa mutasi menjadi HPAI. Karena perbedaan-perbedaan yang cukup besar bagi virus-virus influenza A dalam menimbulan penyakit pada unggas, tergantung virulensi dari strain virusnya, sangat penting untuk menetapkan definisi yang jelas untuk masing-masing virus dalam rangka tujuan perdagangan dan pengendalian penyakit.
Pendekatan internasional dalam pengendalian avian influenza (AI) dalam hubungannya dengan perdagangan internasional unggas hidup dan produk terkait adalah untuk mencegah penyebaran HPAI, akan tetapi harus juga diupayakan pengendalian yang ditujukan terhadap LPAI subtipe H5 dan H7. Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) telah menyampaikan hal ini dalam Terrestrial Animal Health Code [39] dengan definisi yang jelas antara HPAI dan LPAI. Kejadian HPAI dalam kompartemen, wilayah, atau negara akan berdampak pada kemampuan memperdagangkan unggas hidup dan produknya secara bebas, dalam rangka mengurangi resiko penyebaran infeksi. Selain itu, dengan meningkatnya persebaran HPAI secara global, terdapat implikasi ketahanan pangan jangka panjang, termasuk juga dampak sosial ekonomi nya, dimana dikarenakan sifat enzootik HPAI pada beberapa wilayah dan negara telah menimbulkan efek signifikan terhadap komunitas lokal.
Dalam Bab ini, wabah-wabah HPAI yang dilaporkan selama periode 2008 – 2015, termasuk juga panzootik H5N1 (dan HPAI H5 yang juga berhubungan) virus keturunan A/goose/Guangdong (Gs/GD-) akan dideskripsikan secara detail. Wabah-wabah ini mencakup total 13 wabah dari tujuh negara. Panzootik multicontinental yang disebabkan virus HPAI H5 dari keturunan Hs/GD dideskripsikan dengan detail pada Bab 9.
Infeksi virus HPAI pada Burung Unta di Afrika Selatan selama tahun 2004-2011
Sejarah peternakan burung unta di provinsi-provinsi semenanjung di Afrika Selatan dimulai sejak akhir tahun 1800, dimana burung unta diternakkan untuk mendapatkan bulunya. Saat ini, daging dan kulit burung unta adalah adalah komoditas utama peternakan burung unta komersial, dan wilayah ini merupakan penghasil 75% produk asal burung unta di dunia. Wilayah geofisika provinsi semenanjung Timur dan Barat yang cocok untuk peternakan burung unta disebut sebagai “Little” atau “Klein” Karoo, sebuah wilayah gurun semi-kering dengan iklim yang unik terkhusus Afrika Sub-Sahara, dengan musim dingin yang basah dan musim panas yang sangat panas dan kering. Peternakan burung unta cenderung mengelompok disepanjang aliran sungai dan irigasi yang menyediakan air untuk rumput alfalfa dan tumbuhan biji-bijian yang ditanam untuk makanan ternak. Kolam-kolam dan dam yang terisi secara musiman tersebar di seluruh wilayah, dan bersam dengan padang rumput Klein Karoo yang terkena irigasi, mengundang kedatangan sejumlah besar itik liar pada musim dingin, dimana saat itu vegetasi segar menjadi langka pada wilayah-wilayah musim panas – hujan lainnya.
Kecuali untuk 6-8 minggu pertama kehidupannya, burung unta dipelihara di luar ruangan, bisa di area penggemukan atau padang rumput. Sistem produksi burung unta bersifat terpisah-pisah, dengan setiap operasional berspesialisasi untuk satu tahapan spesifik dalam perkembangan burung unta. Peternakan breeder berfokus pada proses 72 jam pemrosesan dan penetasan telur. Dari sana, anak burung unta akan dipindahkan ke peternakan pembesaran anak sampai umur sekitar 2-3 bulan. Peternakan pembesaran anak burung unta cenderung berlokasi pada wilayah yang lebih kering yang lebih kondusif dalam menurunkan angka kematian. Setelah pembesaran anak, burung unta muda dipindahkan ke peternakan pembesaran burung unta dewasa, yang biasanya bertipe penggemukan (feedlot), sampai umur 9-12 bulan, dimana setelah itu mereka akan dikarantina dan disembelih [21].
Uni Eropa (EU) adalah partner perdagangan utama untuk daging, kulit dan bulu burung unta, akan tetapi pasar ekspor yang menguntungkan ini telah dihancurkan oleh tiga wabah HPAI H5N2 yang berturutan tetapi tidak berhubungan dalam periode kurang dari 7 tahun (Tabel 10.1). diasumsikan bahwa mutasi LPAI H5 menjadi HPAI terjadi pada burung unta saja, karena tidak ada virus AI yang perlu dilaporkan telah terdeteksi pada flok unggas ayam di Afrika Selatan selama pemantauan rutin yang dilakukan dua kali setahun untuk seluruh unggas di negara itu.

Wabah tahun 2004 di Provinsi Tanjung Timur (Eastern Cape): gejala klinis, diagnosis, perkembangan wabah, dan upaya penanggulangan
Pada akhir Juli 2004 (musim dingin di wilayah tersebut), terjadi kematian burung unta yang tidak bisa dijelaskan pada dua peternakan feedlot didekat kota Somerset East and Bedfort pada Provinsi Eastern Cape di Afrika Selatan. Kejadian itu dilaporkan kepada otoritas veteriner provinsi. Gejala klinis yang teramati pada peternakan tersebut meliputi gejala respirasi, pembengkakan dan eksudat dari mata, diare hijau floresen, depresi, emasiasi, kolaps dan kematian. Pada pemeriksaan post-mortem, beberapa kasus ditemukan mengalami kerusakan hati yang terdiri dari nekrosis multifokal sampai diffuse dan degenerasi, sering diiringi dengan lesi hemoragi jantung, paru, ginjal, pankreas, dan usus. Granuloma miliaris pada paru dan pertumbuhan jamur pada kantong udara karena infeksi Aspergillus fumigatus terobservasi pada beberapa kasus [2]. Berbagai factor manajemen dan lingkungan berkontribusi terhadap keparahan gejala klinis. Hal ini meliputi tingginya kepadatan populasi, bercampurnya kelompok-kelompok umur pada beberapa peternakan pembesaran, stress adaptasi yang berhubungan dengan pakan yang baru dan lingkungan baru, dan iklim yang sangat dingin. Angka kematian sekitar 18%, dan hanya terbatas pada beberapa kelompok saja.
Sampel yang diambil dari peternakan oleh petugas medik veteriner diinokulasikan pada telur SPF berembrio, dan virus yang berhasil diisolasi yaitu HPAI H5N2 memiliki tempat pembelahan hemagglutinin proteolitik (HA0) PQREKRRKKR*GLF. Peternakan burung unta indeks dikarantina, dan sero-surveilans dilakukan secepatnya pada seluruh peternakan tetangga yang berada dalam radius 10-km. Kemudian, tiga peternakan lain yang berada di wilayah yang sama ditemukan positif H5N2, dan upaya pengendalian diperluas sampai radius 30-km dari kasus indeks. Pada tanggal 6 Agustus 2004, OIE dan seluruh mitra dagang diberitahu mengenai wabah yang terjadi dan upaya-upaya apa yang akan dilakukan untuk mengendalikan penyakit. Kemudian dilakukan pelarangan ekspor burung unta hidup dan unggas lain di seluruh negeri, demikian juga dengan produk dari burung unta unggas lainnya yang tidak mendapatkan perlakuan. Direktorat Kesehatan Hewan Nasional memilih untuk memusnahkan seluruh peternakan yang terinfeksi, dengan pembayaran kompensasi untuk setiap peternak yang unggasnya dimusnahkan sebagai bagian dari upaya pengendalian penyakit. Pemusnahan dimulai dari tanggal 10 Agustus 2004, dan pada tanggal 13 Agustus 2004, dikeluarkan instruksi resmi kepada seluruh provinsi untuk melaksanakan survei serologis nasional terhadap avian influenza.
Tracing/pelacakan maju-mundur terhadap seluruh pergerakan burung unta yang berhubungan dengan peternakan indeks, disertai juga dengan pengujian serologis secara ekstensif, mengungkapkan keberadaan dua peternakan burung unta yang terpisah sejauh 160 km mendapatkan hasil uji positif AI H5 dengan tidak ada gejala klinis pada burung unta yang dipelihara pada peternakan tersebut. Peternakan ketiga di wilayah itu juga kemudian ditemukan positif uji serologis, yang didukung dengan diagnosis klinis dan post-mortem. Satu set swab yang dikumpulkan dari 50 burung unta liar pada peternakan game (untuk perburuan) yang berdekatan dengan peternakan pada klaster kedua ini ditemukan menunjukkan hasil positif uji real-time RT-PCR (rRT-PCR). Direktorat Kesehatan Hewan Nasional memutuskan untuk menangkap dan memusnahkan semua burung unta liar tersebut.
Seiring melebarnya surveilans serologis dan molekuler, burung-burung unta pada sebuah peternakan berjarak sekitar 180 km barat daya dari kasus indeks ditemukan positif hasil uji paparan virus AI dan dilakukan pemusnahan pada awal Desember 2004. Burung-burung unta pada dua peternakan lagi yang berada dalam radius 3-km juga dimusnahkan. Berdasarkan pelacakan maju-mundur, dispekulasikan bahwa sebuah truk yang kembali dari abbatoir, dimana burung-burung unta yang dicurigai terinfeksi dari peternakan kasus indeks berada di sana, dicurigai merupakan sumber pemasukan virus, karena alat angkut itu tidak didisinfeksi sebelum meninggalkan abbatoir. Peternakan lain di dekat kota Jansenville, sekitar 150 km dari peternakan kasus indeks, memiliki burung unta yang teruji positif virus AI H5N2 pada Agustus 2004. Sampel tambahan yang diambil pada awal November juga menunjukkan hasil positif, burung-burung unta di peternakan itu kemudian dimusnahkan pada awal Desember 2004 [22].
Sebanyak 26.740 ekor burung unta dari 38 peternakan disembelih pada wilayah terdampak di Provinsi Eastern Cape [47]. Terdapat gejala klinis pada lima peternakan dari seluruh peternakan terdampak, dengan kematian terjadi pada empat peternakan. Pengujian hasil surveilans mengungkapkan bukti adanya paparan virus AI H5 pada 10% flok burung unta di Provinsi Eastern Cape.
2004: Provinsi Tanjung Barat (Western Cape)
Setelah adanya arahan pada tanggal 13 Agustus 2004 untuk melaksanakan survei menyeluruh di seluruh negeri, sejumlah hasil uji serologis mencurigakan didapatkan pada burung-burung unta dari peternakan-peternakan berbeda di Provinsi Western Cape. Peternak, Pihak Negara Bagian berwenang, dan dokter-dokter hewan tidak melaporkan adanya kematian maupun gejala klinis (Laporan Perkembangan Kegawatdaruratan Kesehatan Hewan). Total sebanyak 150 flok dari 50 peternakan dari total keseluruhan 463 peternakan ditemukan seropositif, dengan rata-rata 17% unggas di dalam flok tersebut ditemukan seropositive, akan tetapu hasil uji deteksi molekuler semuanya negative [53] (M. Sinclair, komunikasi personal). Sementara flok seropositive H5 di wilayah Eastern Cape telah dimusnahkan, flok seropositive di wilayah Western Cape hanya dikarantina saja. Secara umum telah diteruma bahwa infeksi menyebar dari Provinsi Western Cape ke Provinsi Eastern Cape.
Di seluruh negara Republik Afrika Selatan selain Provinsi Western Cape dan Eastern Cape dilakukan pengujian inhibisi hemagglutinin (HI) dari sampel yang berasal dari 813 peternakan burung unta (21.596 sera) dan pengujian ELISA dari sampel yang berasal dari 849 peternakan ayam komersial dan non-komersial. Seluruh hasilnya negative. Pelarangan ekspor oleh Uni Eropa akhirnya dicabut pada bulan Oktober 2005.
Karakterisasi molekuler menghubungkan virus HPAI H5N2 2004 secara causal dengan virus dari itik liar yang diisolasi pada periode yang sama, dan dengan progenitor virus LPAI H5N2 yang dideteksi pada Angsa Mesir (Alopochen aegyptiacus) yang diburu di wilayah Oudtshoorn hanya 2 minggu sebelum laporan kasus indejs di wilayah Provinsi Eastern Cape. Transmisi dari unggas liar kepada burung unta dan mutasi yang terjadi setelahnya menjadi HPAI telah dihipotesasikan, meskipun terdapat fakta bahwa ini adalah laporan pertama kalinya terjadi mutasi yang seperti itu yang diketahui sangat jarang terjadi.
Indeks patogenitas intravena (IVPI) untuk peternakan indeks dimana isolat HPAI H5N2 pertama kali ditemukan hanyalah 0.63, akan tetapi setelah melalui pasase lebih lanjut dalam telur berembrio, hasil pengujian IVPI yang dilakukan menunjukkan kenaikan menjadi 1.19. Swab kloaka yang diambil dari unggas yang diuji awal dengan IVPI diinokulasikan kepada telur ayam berembrio, dan kemudian tes IVPI ketiga dilakukan pada cairan alantoisnya, dan menunjukkan hasil IVPI 2.73. Pada kedua uji IVPI yang dilaksanakan di awal, ayam yang bertahan hidup menunjukkan gejala sianosis yang jelas pada jengger, pial dan kaki, dan juga menunjukkan gejala depresi, akan tetapi dalam periode observasi pengujian selama 10 haru unggas telah pulih kembali ke keadaan klinis yang dari luar tampak normal [2]
Wabah H5N2 Tahun 2006: gejala klinis, diagnosis, perkembangan wabah, dan upaya penanggulangan
Pada Juni 2006, wabah AI terlokalisasi telah terdeteksi pada sebuah peternakan burung untal di wilayah Riversdale yang berdekatan dengan kota Mossel Bay di Provinsi Western Cape. Delapan ekor burung unta ditemukan sekarat dalam sekumpulan flok anak burung unta yang berumur 3 – 4 bulan yang akhirnya mati, dan setelah dilakukan nekropsi ditemukan virus HPAI H5N2. Meskipun sekitar 85% dari burung unta sisanya didapatkan seropositive, tidak ada virus yang dapat terdeteksi. Peternakan yang terinfeksi secepatnya dikarantina, dan ditetapkan zona sebesar 20-km disekitar peternakan indeks. Seluruh burung unta beserta unggas lain pada peternakan indeks dimusnahkan pada tanggal 3 Juli 2006 [1, 23].
Salah satu dari peternakan kedua yang terinfeksi dengan dua unit epidemiologinya terindentifikasi melalui serologi, dan meskipun tidak ada gejala klinis yang teramati, burung-burung unta pada peternakan ini juga dimusnahkan. Burung unta muda dan unggas lainnya yang tersisa disembelih dan diamati. Hasil positif rRT-PCR didapatkan melalui swab trakea dari burung unta yang berada di peternakan yang bertetangga, akan tetapi swab kola semuanya negatif. Keseluruhan tiga lokasi tersebut masukkan dalam satu klaster disepanjang bantaran sungai yang sama, dan sebanyak 7334 ekor burung unta dari dua fasilitas ini dimusnahkan [23].
Surveilans intensif yang mencakup 559 ekor burung unta di wilayah Western Cape mengungkapkan terdapat 93 flok yang seropositive, akan tetapi virus tidak terdeteksi sama sekali, dan tidak adanya gejala klinis ataupun kematian yang dilaporkan. Pada Bulan Agustus 2006, virus kedua yang bersifat berhubungan sebagian dengan kasus sebelumnya, LPAI H5N2 diisolasi dari peternakan burung unta di wilayah Oudshoorn. Perdagangan internasional dading burung unta dari keseluruhan Afrika Selatan dilarang dilakukan mulai bulan Juli 2006. Uni Eropa kemudian mencabut pembatasan perdagangan pada bulan November 2006 [1].
Sekuensing genome penuh dan perbandingan genetik mengindikasikan bahwa strain virus LPAI dan strain virus HPAI 2006 memiliki hubungan, akan tetapi tidak identic, berdasarkan hasil reassortment gen internal [1]. Virus 2006 juga tidak diturunkan dari strain wabah 2004, mengimpilasikan bahwa upaya pengendalian yang dilakukan pada tahun 2004 telah berhasil dan bahwa tidak ada situasi pembawa virus HPAI H5N2 kronis yang terdapat pada burung unta sela periode ini (Gambar 10.1). Skor IVPI pada strain tahun 2006 ditentukan sebesar 0.56 [3], akan tetapi karena sekuen tempat pembelahan HA0 PQRRKKR*GLF adalah karakteristik virus HPAI, maka virus ini diklasifikasikan sebagai HPAI.
Wabah H5N2 Tahun 2011: gejala klinis, diagnosis, perkembangan wabah, dan upaya penanggulangan
Bukti serologis adanya infeksi H5 pada wilayah peternakan burung unta di Provinsi Western Cape terdeteksi melalui uji HI seawal-awalnya pada bulan Mei 2010, dan tetap bertahan sampai awal tahun 2011. Selama periode ini, investigasi epidemiologi tidak dapat mendeteksi aktivitas virus melalui serokonversi, dan tidak juga mendeteksi RNA virus melalui rRT-PCR. Pada awal Maret 2011, kasus positif rRT-PCR terdeteksi di wilayah Oudtshoorn, dan dikonfimasi dengan analisis sekuensing sebagai virus HPAI H5N2 dengan tempat pembelahan HA05 multibasic.
Setelah status HPAI dikonfirmasi, wilayah kontrol ditetapkan disekitar kota Oudtshoorn, ekpor ditunda sementara, dan tracing/pelacakan maju-mundur dengan peternakan indeks sebagai pusatnya mulai dilaksanakan. Wabah HPAI yang sebelumnya tidak diketahui kemudian terdeteksi melalui analisis epidemiologi. Surveilans resmi untuk virus avian influenza pada seluruh peternakan di wilayah itu sebelumnya mencakup 211 peternakan, dan surveilans yang dilakukan sejumlah 8 kali putaran berhasil diselesaikan antara April 2011 sampao Februari 2012 di dalam wilayah kendali. Sampel dikumpulkan oleh petugas negara bagian, dan pada awalnya serum dan swab kloaka dikumpulkan dari setiap kelompok epidemiologi pada peternakan tersebut. Pada awal putaran kedua surveilans, yang dimulai pada Mei 2011, Swab trakea dikumpulkan sebagai ganti swab kloaka sebagai tindak lanjut hasil rRT-PCR, sesuai dengan temuan sebelumnya bahwa replikasi virus AI yang lebih efektif terdapat pada trakea brung unta dibandingkan dengan kloakanya. Jaringan dari burung unta yang mati juga dikumpulkan selama dilakukannya nekropsi pada peternakan terdampak.
Peternakan yang merupakan peternakan indeks kasus memelihara sekitar 400 ekor burung unta yang berumur 4-14 minggu yang telah dipindahkan dari feedlot (tempat pemeliharaan dengan pakan tersedia) menuju penggembalaan padang terbuka yang ditanami rumput alfalfa setelah ditemukan penurunan konsumsi pakan. Beberapa ekor burung menunjukkan gejala demam tinggi dan urin terkonsentrasi berwana hijau. Pada awalnya dilaporkan 4 – 5 kematian per harinya, dan hal ini dihubungkan dengan kurangnya energi protein. Kematian tiba-tiba meningkat mencapai puncak dengan 23 kematian per harinya untuk beberapa hari, dan kemudian menungkat menjadi 4 – 7 kematian per harinya. Totalnya, tercatat 130 kematian (33%). Pada saat dilakukan nekropsi, lesi makroskopis yang terdeteksi meliputi nekrosis hepatica multifokal maupun melebur, trakeitis nekrotif pseudomembranosa diffuse yang parah, dan airsacculitif diffuse yang parah [17]. Seperti juga pada wabah yang terjadi sebelumnya, infeksi klinis yang ada diperparah oleh cuaca yang buruk dan infeksi bakterial sekunder. Salah satu dari tiga isolat virus (AI2114) didapatkan dari peternakan indeks dan didapatkan skor IVPI sebesar 1.37 dari isolat ini.
Peternakan kedua melaporkan 150 kematian dari 550 ekor anak burung unta yang berumur 7 minggu sampai 4 bulan. Dua kelompok anak burung unta telah terdampak. Kelompok pertama menunjukkan kondisi tubuh baik namun berkurang nafsu makannya, dan diduga mengalami enterotoksemia karena clostridium. Pada awalnya tercatat kematian yang tinggi yaitu lebih dari dua puluh ekor per hari dalam setidaknya 2 hari, akan tetapi kematian menurun sampai 2-4 ekor per hari setelahnya. Tidak ada kejadian kematian lagi setelah anak burung unta dipindahkan ke padang penggembalaan baru dengan rumput alfalfa dengan pemberian suplemen pakan. Insidensi urine hijau, dpresi dan hilangnya nafsu makan tercatat rendah. Anak burung di kelompok 2 tidak makan dengan baik setelah mengalami cuaca dingin yang sangat basah. Nekropsi makros pada 37 ekor burung dari kedua kelompok menemukan hepatomegaly, splenomegaly, dan kongesti menyeluruh. Kakeksia, atropi lemak serous, airsacculitis, dan infeksi sekunder juga ditemukan. Hepatitis nekrotik, splenitism dan airsacculitis merupakan temuan umum histopatologisnya [17]. Banyak virus terdeteksi melalui immunohistokemistri pada hati, limpa, kantong udara, dan saluran gastrointestinal. Sel yang terinfeksi antara lain epitelium, endothelium, makrofag, limfosit yang bersirkulasi, dan sel otot polos pada berbagi organ dan dinding pembuluh darah. Tidak ada lesi otak yang ditemukan, dan virus tidak terdeteksi pada satupun dari tujuh buah otak yang dilakukan nekropsi [17].
Meskipun gejala klinis jarang ditemukan pada peternakan ini, strain A12214 telah diisolasi dari burung unta muda yang mati secepatnya setelah menunjukkan gejala klinis depresi dan kelemahan. Skor IVPI ditentukan 0.8 untuk strain AI12214. Seperti juga gejala klinis yang ditunjukkan isolat A12114 dari peternakan indeks, ayam-ayam menunjukkan gejala klinis depresi, pial yang pucat dengan ujung yang sianotik, dan perubahan warna memucat pada kaki. Akan tetapi, pada hari ke-6 percobaan, seluruh ayam yang sebelumnya menunjukkan gejala klinis tampaknya telah pulih jika dilihat dari gairah dan nafsu makannya, dan jengger yang sianosis adalah satu-satunya gejala klinis yang ditemukan sampai akhir masa percobaan.
Selama terjadinya wabah HPAI H5N2, 44 peternakan mendapatkan hasil uji positif terhadap virus ini melalui uji rRT-PCR, dan pergerakan burung unta yang terinfeksi diputuskan sebagai sumber utama persebaran penyakit. Setidaknya ada 13 peternakan yang diperkirakan telah terinfeksi virus HPAI H5N2 yang dihubungkan dengan kejadian lelang burung unta yang berasal dari satu flok yang kemudian disebarkan ke berbagai tempat. Jalur transmisi potensial lainnya yang diajukan antara lain melalui air minum, unggas liar, permukaan seperti kendaraan pengangkut, dan pekerja peternakan yang mengiringi burung unta dari satu lokasi ke lokasi lain [21]. Strain terakhir yang terkait dengan wabah ini terdeteksi pada November 2011, pada saat yang sama dengan teridentifikasinya keturunan virus LPAI H5N2 yang baru. Virus HPAI H5N2 yang dilaporkan pada Juni 2012 ditemukan sebagai kontaminasi yang berasal dari laboratorium. Wabah HPAI H5N2 pada tahun 2011 berakibat eradikasi secara menyeluruh semua stok pada peternakan yang positif H5N2, termasuk didalamnya hilangnya breeding stock yang berharga, melibatkan total 45.411 ekor burung unta. Hal ini mengakibatkan kerugian ekonomi yang substansial untuk wilayah itu, dan kompensasi pemerintah yang dikeluarkan sebesar lebih dari 6.6 juta USD [21].
Analisis filogenetik dari isolat yang diambil (A12114, A12214, dan A12512) mengindikasikan nenek moyang yang sama dengan virus-virus itik liar modern yang diisolasi dari Afrika bagian selatan dan Eurasia, dan hal ini sekali lagi mengindentifikasikan bahwa populasi itik liar lokal adalah sumber dari infeksi (Gambar 10.1). Kurangnya topologi reassortansi dan filogenetik yang terobservasi dalam sekitar 16 sekuens genomij yang didapat selama wabah menunjuk kepada satu flok terinfeksi sebagai sumber. Aspek yang menarik dalam hal ini adalah terdeteksinya empat variasi sekuens tempat pembelahan proteolitik HA0, yaitu: PQRRKKR*GLF, PQRRRKKR*GLF, PQRKRKKR*GLF, dan PQRRRKR*GLF.
Sebelum September 20122, uji HI adalah uji screening serologis standar untuk virus AI H5 dan H7 untuk Burung Unta, akan tetapi terdapat uji ELISA kompetetitif dan spesifik kelompok yang bersifat komersial yang telah divalidasi untuk digunakan secara lokal, dan telah digunakan secara terus menerus sejak saat itu. Akan tetapi reaktor positif tetapi harus diuji kembali dengan uji HI untuk virus H5 dan H7. Uji HI pada serum burung unta hampir pasti gagal untuk mendeksi sekitar 35% sampel positif [4], yang dapat menjelaskan secara sebagian mengapa wabah telah dapat menyebar tanpa terdeteksi pada tahun 2004, 2006, dan 2011. Wabah-wabah ini ditunjukkan sebagai wabah yang terpisah, seperti yang ditunjukkan oleh hasil analisis filogenetik sekuens gen secara menyeluruh. Gen virus HPAI H5N2 dari wabah tahun 2004, 2006, dan 2011 diselingi dengan gen yang berasal dari virus LPAI itik liar lokal maupun Eurasia, berbalik dengan mengelompokan monofiletik strain HPAI H5N2 (Gambar 10.1).

Gambar 10.1 Pohon kemungkinan maksimum dan sekuens gen penuh yang dirutunkan dari isolat HPAI H5N2 Afrika Selatan (ditunjukkan dengan warna merah), isolat itik liar Afrika Selatan lainnya dan burung unta (warna oranye), dan strain Eurasia (warna hitam).
Upaya biosekuriti yang spesifik dan registrasi seluruh peternakan burung unta sesuai dengan Maklumat Prosedur Pelaporan kepada Otoritas Veteriner Afrika Selatan (VPN04) bersifat wajib dilakukan. Pedoman ini menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi dalam memelihara burung unta dan mendapatkan izin pemeliharaan burung unta dalam kompartemen yang telah disetujui, pergerakan burung untam dan pencegahan dan penanggulangan penyakit tertentu, diantara regulasi lainnya [10]. Meskipun upaya-upaya ini telah dilakukan, sifat peternakan burung unta yang ekstensif berarti bahwa kontak dengan burung liar tetap tidak bisa dicegah, dan pemasukan virus H5 dan H7 kepada populasi burung unta tampaknya tetap akan berlanjut. Dengan metode deteksi yang lebih sensitive, seperti cELISA, kedepannya diharapkan bahwa virus AI H5 dan H7 akan terdeteksi dan dapat dikendalikan sebelum berubah menjadi epidemi pada burung unta.
HPAI H7N7 di Inggris Tahun 2008
Pada tanggal 4 Juni 2008, wabah AI yang disebabkan virus HPAI H7N7 terkonfirmasi pada ayam petelur di fasilitas peternakan di Oxforshire, Inggris bagian tengah (Tabel 10.2). Infeksi terbatas pada satu fasilitas peternakan saja dan tidak menyebar. Virus masuk sebagai LPAI beberapa minggu sebelum munculnya gejala klinis yang ditunjukkan dengan dengan angka kematian yang tinggi. Bukti klinis dari catatan peternakan dan data virologis mengkonfirmasi bahwa virus HPAI H7 merupakan turunan dari prekursor virus LPAI yang ditransmisikan antar kelompok epidemiologi pada tempat yang terinfeksi, yang pada saat itu terjadi mutasi menjadi virus berpatogenitas tinggi dari virus berpatogenitas yang sebelumnya masuk dari sumber unggas air liar. Tidak ada kasus pada manusia yang dilaporkan dan biaya keuangan lebih dari 1 juta Euro (1,5 juta USD).

Gejala klinis dan deskripsi populasi terdampak
Fasilitas peternakan yang terinfeksi adalah sebuah tempat yang memelihara ayam petelur umbaran yang terbagi ke dalam empat kandang terpisah. Setiap kandang memiliki 25.000 ekor ayam betina yang berumur 16 minggu saat pertama kali dipelihara. Pada saat onset penyakit, kandang no.1, 2 dan 3 masing-masing memiliki 3.000 ekor unggas yang berumur 30 minggu, dan pada kandang 4 terdapat 16.000 ekor unggas berumur 29 minggu. Pada tanggal 22 Mei, unggas di kandang no.1 tampak lemas, dan kemudian dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan swasta yang mengungkapkan kongesti kakas dan organomegali disertai peritonitis telur yang parah, nekrosis hepatik multifokal, hemoragi limpa multifokal, dan sinusitis mucoid. Setelah diobati dengan klortetrasiklin tidak ada peningkatan kondisi, dan kemudian gejala klinis yang serupa terobservasi di kandang no.2 dan 3 pada tanggal 27 Mei. Sampai pada tanggal 30 Mei, terlihat kematian dan penurunan produksi telur di kandang no.3 dan 4. Mortalitas pada kandang no.4 hampir mencapai 100%. Setelah meningkatnya mortalitas pada tanggal 2 Juni, pembatasan secara resmi diberlakukan di fasilitas peternakan, dan dilakukan pengambilan sampel kemudian dikirimkan ke laboratorium untuk mengungkapkan keberadaan penyakit unggas yang wajib dilaporkan [11].

Diagnosa awal
Diagnosa virus HPAI H7N7 didasarkan pada rRT-PCR [54]. Sekuensing pembelahan HA0, kultur virus, dan identifikasi subtipe, bersama dengan uji IVPI (Skor IVP = 3.0). menariknya, beberapa virus HPAI menunjukkan motif tempat pembelahan HA0 yang konsisten dengan evolusi virus (PEIPKKR*GLF), PEIPLLLR*GLF, PEIPKKKKKKR*GLF, dan PEIPKRKKR*GLF). Selain itu, uji serologi untuk kandang 1-4 mengungkapkan proporsi reaktor antibodi yang menarik (lihat Tabel 10.3). Semua prosedur diagnostik dilakukan mengikuti standar internasional [40].
Hasil serologi menunjukkan bahwa terdapat unggas yang seropositive di setiap kandang, dan pola distribusi unggas yang seropositif disokong oleh catatan klinis dan produksi, yang konsisten dengan masuknya virus LPAI H7 ke dalam kandang No.1 setidaknya dua minggu sebelum pelaporan penyakit secara resmi. Setelahnya virus menyebar ke kandang no.3, tujuh hari sebelum laporan resmi, dan tiga hari kemudian menyebar ke kandang no.2. Angka kematian yang rendah di kandang no.1, 2 dan 3, meskipun diasosiasikan dengan virus HPAI, terdeteksi mengikuti konfirmasi penyakit dan bukan merupakan konsekuensi besar, dengan gejala klinis yang lebih ringan dan menunjukkan angka kematian yang lebih rendah daripada kandang no.4, mengindikasikan adanya imunitas populasi secara parsial pada unit-unit epidemiologik ini.
Perkembangan wabah dan surveilans terkait; upaya penanggulangan
Mengikuti implementasi upaya pengendalian yang diumumkan secara resmi pada tanggal 2 Juni [24], zona proteksi seluas 3 km dan zona surveilans seluas 10 km diimplementasikan. Terdapat 63 fasilitas di dalam zona proteksi, lima diantaranya tidak memiliki spesies unggas yang rentan. Hanya tiga dari fasilitas ini yang bersifat komersil. Fasilitas sisana bersifat non-komersial dan hanya memiliki umumnya antara 1 sampai 36 ekor unggas. Keseluruhan fasilitas ini dikunjungi dan diberikan penilaian secara klinis dengan analisa komprehensif terhadap catatan produksi, mencari keberadaan manifestasi AI. Sampling terbatas dilakukan di dalam zona proteksi, melibatkan juga tiga fasilitas komersial, kesemuanya menunjukkan hasil negative. Terdapat 71 fasilitas perunggasan komersial di dalam zona surveilans, yang kesemuanya diperiksa secara klinis, dan tidak ada bukti adanya penyebaran infeksi [25].
Bukti klinis dari catatan peternakan mendukung data virologi yang mengindikasikan bahwa infeksi HPAI berasal dari virus LPAI H7 yang sudah ada ada di fasilitas tersebut. Investigasi laboratoris mendukung hipotesa ini. RNA virus H7 terdeteksi dari sampel feses yang dikumpulkan dari bawah kandang no.1 dan 2. Analisis molekuler yang dilakukan pada salah satu sampel ini menunjukkan sekuens pembelahan hemagglutinin yang sama dengan virus AI H7 yang tidak berhubungan dari tahun 1976 yang terdeteksi di Australia, yang telah ditunjukkan melalui uji in-vivo sebagai virus LPAI [11].
Satu hipotesa potensial untuk sumber wabah yang sedang diselidiki adalah sebuah kasus AI yang tidak teridentifikasi pada sebuah peternakan domestik di Inggris, baik karena berdekaran atau melalui kontak potensial. Pemasukan melalui burung liar yang berkontak dengan fasilitas peternakan terinfeksi juga sudah dipertimbangkan. Temuan signifikan yang didapatkan dari investigasi ini adalah satu kelompok itik mallard (Anas platyrhynchos) telah masuk ke wilayah kolam yang berada di kawasan peternakan pada tahun 2007, dan terlihat berbaur dengan unggas domestik yang ada di peternakan. Meskipun pengujian laboratorium dilakukan terhadap sampel yang diambil dari sebagian kecil populasi itik liar ini, hasil pemeriksaannya negative. Akan tetapi, masih terdapat ketidakpastian yang signifikan terhadap status infeksi AI yang sebenarnya pada populasi itik mallard di wilayah itu. Ditambah lagi, kolam berada berdekatan dengan dengan padang umbaran yang berhubungan dengan kandang no.1, yang menunjukkan gejala infeksi pertama kali. Hal ini membawa pada kesimpulan bahwa itik mallard sangat mungkin sebagai sumber dari infeksi.
Temuan lebih lanjut yang menarik dari investigasi ini adalah keberadaan lima ekor babi di bagian lain di tempat itu, yang tidak berkontak dekat dengan unggas. Babi-babi itu sebelumnya telah diperiksa dan diambil sampelnya. Babi-babi itu secara klinis normal, dan pengujian laboratorium mengkonfirmasi ketiadaan infeksi virus influenza A dan tidak adanya paparan terhadap infeksi.
Analisis data klinis dan hasil laboratorium mengindikasikan bahwa pada saat pelaporan awal pada tanggal 2 Juni 2008, terdapat bukti serologis dan klinis bahwa infeksi LPAI H7 telah ada pada fasilitas terinfeksi setidaknya 12 hari sebelum sampling dilakukan pada kandang no.1. Infeksi H7 aktif melalui keberadaan virus yang bersifat infeksius terdeteksi pada sampel yang dimabil dari kandang no.3 dan 4. Pada saat pemusnahan, pengujian serologis dengan menggunakan virus dari wilayah terinfeksi sebagai antigen pada sampling acak yang diambil dari unggas dengan jumlah yang lebih besar mengungkapkan adanya serokonversi yang tersebar pada kandang no.1 dan 3. Paparan virus LPAI progenitor yang terjadi pada kandang no.2 bersamaan dengan keberadaan infeksi HPAI H7 aktif disemua kandang telah dibuktikan. Angka kematian tertinggi berada pada kandang no.3, meskipun lebih banyak unggas mati pada kandang no.4 dikarenakan jumlah populasinya yang lebih besar dari yang lain. Proporsi unggas seropositif yang rendah dan tingginya angka kematian yang tinggi pada kandang no.4 konsisten dengan masuknya infeksi HPAI H7 ke dalam populasi unggas yang rentan, mengakibatkan kenaikan kematian yang akut dan cepat.
Kenaikan keparahan penyakit klinis secara cepat pada kandang no.3 konsisten dengan kejadian setidaknya satu mutasi pada virus LPAI H7 menjadi berpatogenitas tinggi pada populasi yang memiliki imunitas parsial. Kejadian yang membawa kepada perubahan genotipe dan fenotipe menjadi berpatogenitas tinggi terjadi 7 – 10 hari setelah presentasi klinis awal pada kandang no.1. Selain itu, mengikuti masuknya genotype HPAI di kandang no.3, sekitar 50% unggas mati dalam jangka waktu 5 hari, yang menunjukkan bahwa populasi unggas di kandang no.3 bersifat naif (rentan) dan tidak mengalami serokonversi sebelum infeksi LPAI H7 pada saat itu, penyebaran virus HPAI H7N7 yang cepat pada kandang no.3 kemudian melanjut pada kandang no.4 yang sangat rentan, sehingga menyebabkan penurunan kondisi secara akut dan parah (dikarenakan inkubasi virus HPAI yang cepat dalam 48 jam). Analisis genetik dari virus menunjukkan bahwa terdapat penyebaran virus HPAI kembali ke kandang no.1 dan 2 pada saat itu [11].
Selama berlangsungnya wabah tidak terdapat bukti infeksi pada manusia. Seluruh pekerja yang terlibat dalam pemusnahan dan pengendalian pada fasilitas terinfeksi diperiksa oleh petugas kesehatan, menerima vaksinasi, dan diberikan Tamiflu. Perlengkapan perlindungan individual juga digunakan selama prosedur yang dijalankan untuk fasilitas terinfeksi.
Biaya penanggulangan wabah belum dievaluasi secara rinci, akan tetapi dapat diperkirakan kurang dari 1 juta Euro, yang terdiri dari pengendalian pada wilayah terdampak, depopulasi, inspeksi lapangan, sampling untuk keperluan diagnosa laboratorik untuk mengetahui sumber infeksi, investigasi penyebarannya dan pengujian laboratorium.
HPAI di Spanyol Tahun 2009
Pada tanggal 13 Oktober 2009, wabah avian influenza yang disebabkan oleh virus HPAI H7N7 telah dikonfirmasi pada ayam petelur di sebuah fasilitas di Guadalajara, Spanyol (Tabel 10.4). Mengikuti implementasi yang cepat dari upaya pengendalian penyakit, infeksi berhasil ditekan menjadi satu tempat saja dan tidak menyebar lebih lanjut. Analisis data laboratorium dan klinis menunjuk kepada hipotesis bahwa virus telah memasuki fasilitas sebagai LPAI beberapa hari sebelum munculnya gejala klinis, bermutasi setelah terjadi transmisi di dalam fasilitas tersebut di dalam kelompok epidemiologi yang berbeda, dan hal ini akhirnya menyebabkan mortalitas yang sangat tinggi di beberapa tempat (kandang A dan B). Tidak ada kasus pada manusia yang dilaporkan, dan biaya keuangan belum dilakukan perhitungan.
Gejala klinis dan deskripsi populasi terdampak
Tempat-tempat yang terdampak terdiri dari sebuah fasilitas peternakan yang memiliki empat kandang (A, B, C, dan D) yang menjadi tempat pemeliharaan ayam petelur, dengan jumlah total 309.000 ekor. Tidak jauh dari empat kandang ini, pada satu tempat yang sama terdapat sebuah kandang breeder. Terlihat penurunan produksi telur di semua kandang dalam satu minggu dimulai dari tanggal 5 Oktober. Penurunan produksi telur pada minggu pertama adalah 56% di kandang A (dari 485.000 butir), 72% pada kandang B (dari 264.000 butir), 28% dari kandang C (dari 358.000 butir), dan 46% dari kandang D (dari 351.000 butir). Selain itu, di kandang A dan B terdapat kenaikan angka kematian (8% di kandang A dan 1% di kandang B). Pada tanggal 9 Oktober, pembatasan secara resmi diberlakukan pada fasilitas terdampak dan dilakukan pengambilan sampel yang kemudian diperiksa di laboratorium untuk mendeteksi penyakit unggas yang harus dilaporkan (notifiable) [52].

Diagnosa awal
Diagnosis virus HPAI H7N7 didasarkan pada rRT-PCR, sekuensing tempat pembelahan (PELPKGTKPRPRR*GLF), kultur virus, dan identifikasi subtipe mengikuti metode terstandarisasi [40]. Selain itu, uji serologis dilakukan pada sera yang dikumpulkan dari kandang A dan B. Ditemukan bahwa 20% dari unggas di kandang A memiliki antibodi H7, dan 90% dari unggas yang disampel dari kandang B memiliki antibodi H7 [52].
Perkembangan wabah dan surveilans terkait; upaya penanggulangan
Mengikuti implementasi upaya pengendalian pada 9 Oktober [26], zona proteksi seluas 3 km dan zona surveilans seluas 10 km ditetapkan. Sebagai tindakan kehati-hatian, sebanyak 860.000 ekor unggas dari dua peternakan di dalam zona proteksi dimusnahkan, beserta 1.2 juta ekor unggas dari tujuh peternakan di dalam zona surveilans. Seluruh kegiatan depopulasi selesai pada tanggal 18 Oktober. Seluruh tempat di dalam zona telah dikunjungi dan dianalisis secara klinis, dan tidak ada bukti infeksi AI yang ditemukan. Satu peternakan yang memelihara babi di uji serologis dan PCR untuk menemukan virus H7, akan tetapi memberikan hasil negative. Fasilitas tersebut di sampling sebanyak dua kali dalam rangka mendapatkan bukti bebas infeksi, dan untuk mendemonstrasikan ketiadaan progenitor LPAI menggunakan rRT-PCR [27]. Investigasi lebih lanjut yang dilakukan pada sampel (swab yang didapat dari burung dan sampel lingkungan) yang didapat dari fasilitas yang terinfeksi mengungkapkan keberadaan virus berpatogenitas rendah pada unggas yang disampel di kandang C dan D, dengan motif pembelahan PELPKGR*GLF, dan proporsi rekator serologis yang tinggi di kandang D (kandang C tidak dilakukan pengujian), konsisten dengan infeksi patogenitas rendah di kandang. Sebagai tambahannya, sampel lingkungan yang diambil dari seluruh tempat mengungkapkan keberadaan virus HPAI di Kandang A, B dan C, dan LPAI di kandang C dan D. Virus HPAI mengandung insersi 18 pasang yang unik ke dalam wilayah pembelahan, dan bertanggung jawab dalam munculnya virulensi. Mode awal insersi ini secara tepat belum jelas, akan tetapi mungkin berasal dari RNA ribosom hospes. Analisis filogenetik dari gen HA yang ditempatkan pada virus berada di dalam klaster yang sama dengan virus H7 Eropa yang sedang bersirkulasi, dengan kesamaan yang paling besar dengan A/swan/Slovenia/53/09 (homolog 98.3%).
Wabah HPAI H7N3 di Meksiko
Gelombang pertama wabah tahun 2012: gejala klinis, diagnosis, perkembangan wabah, dan upaya penanggulangan
Pada tanggal 18 Juni 2012, produsen unggas dari wilayah Los Altos di negara bagian Jalisco melaporkan melalui telepon kepada otoritas Kesehatan hewan bahwa terjadi peningkatan angka kematian pada ayam petelur (Tabel 10.5). Pada hari yang sama, sampel yang diambil dari tiga peternakan di dua kabupaten dikirim oleh petugas Kesehatan hewan setempat ke Laboratorium Pusat Komisi Meksiko-Amerika untuk Pencegahan Penyakit Mulut dan Kuku dan Penyakit Hewan Eksotik (CPA). Sampel kemudian diproses dan diagnosis awalnya adalah HPAI H7 yang di dapatkan pada tanggal 21 Juni dan dilaporkan kepada Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) pada awal 22 Juni [28]. Karakterisasi penuh dari ketiga virus didapatkan tiga hari kemudian dengan uji inhibisi neuraminidase (N3), dengan skor IVPI dalam kisaran 2.5 – 3.0, dan sekuensing pembelahan cocok dengan virus HPAI. Karena itu virus diklasifikasikan sebagai HPAI subtype H7N3, yang merupakan agen penyebab meningkatnya mortalitas yang teramati di wilayah itu. Otoritas Kesehatan hewan melaporkan hasil terbaru kepada OIE pada hari yang sama.

Antara 19 dan 21 Juni, tiga laboratorium diagnostik swasta memberikan kepada otoritas veteriner delapan sampel allantois yang didapat dari kasus-kasus selanjutnya yang mengandung virus H7N3 dan telah dikonfirmasi oleh laboratorium CPA [20]. Salah satu diantaranya adalah dari sampel yang diambil pada tanggal 28 Mei 2012, mengindikasikan bahwa infeksi mungkin telah ada sebelum kasus yang ditemukan pertama kali (kasus indeks). Hal ini mungkin menjelaskan bahwa di tempat pembelahan pada virus yang telah diidentifikasi adanya insersi 285 Rrna [20]. Karena itulah hal ini tidak dapat dijadikan bukti konklusif adanya virus prekursor berupa LPAI yang bersirkulasi pada flok-flok unggas di wilayah itu.
Kasus indeks putatif berkorespondensi dengan tiga peternakan ayam layer dengan umur yang berbeda-beda. Peternakan yang bertetangga juga disampel dalam rangka mengidentifikasi potensi penyebaran infeksi. Area fokal dalam jarak sekitar 5 km telah ditetapkan disekeliling peternakan yang terinfeksi, dengan zona perifocal seluas 10 km, dikelilingi oleh zona buffer seluas 40 km. Surveilans secara intensif meliputi peternakan-peternakan yang bertetangga dan peternakan-peternakan pada kabupaten secara lokal dilakukan dalam rangka mengidentifikasi seluruh peternakan yang terinfeksi dan mengimplimentasikan upaya pengendalian. Investigasi surveilans pada umumnya menggunakan 30 sampel serum, 30 swab kloaka, dan organ dari kematian yang terjadi secara harian pada peternakan, tergantung pada jumlah kandang unggas yang ada [49].
Pada tanggal 25 Juni, zona karantina untuk delapan kabupaten ditetapkan. Seluruh peternakan yang positif berada di bawah karantina definitif, dengan pembatasan total pergerakan unggas dan produk unggas. Upaya yang dilakukan meliputi pemusnahan seluruh populasi, pembersihan karkas dengan pembakaran/insinerasi, mengubur hewan di peternakan, mengkompos atau memusnahkan hewan atau peralatan pada fasilitas daur ulang yang berada di dalam zona, dan pemusnahan alas kandang dan produk peternakan, termasuk telur. Peternaka diharuskan untuk mengimplementasikan protokol pembersihan dan desinfeksi sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan otoritas kesehatan hewan. Selain itu, setelah pengosongan kandang untuk sanitasi, unggas sentinel ditempatkan, dan jika setelah 21 hari sampel yang diambil dari unggas ini menunjukkan hasil negative uji serologis dan isolasi virus, maka repopulasi kandang akan diperbolehkan oleh otoritas kesehatan hewan [49].
Antara tanggal 25 Juni dan 5 juli, delapan pos pemantauan pergerakan didirikan pada zona kontrol, untuk mengontrol pergerakan unggas dan produk asal unggas. Pos pemantauan pembatasan pergerakan ini dikoordinir oleh otoritas kesehatan hewan, dengan verifikasi dokumen. Pergerakan dilakukan dengan izin dokter hewan berwenang, dengan memeriksa asal hewan, kondisi transportasi, dan tujuan pengiriman unggas dan produk asal unggas, untuk memastikan bahwa semuanya mengikuti regulasi yang berlaku. Pengujian laboratorium (PCR dan serologi) dilakukan secara in situ jika diperlukan, dibawah kendali Polisi Federal dan Tentara Nasional Meksiko. Mengikuti investigasi surveilans yang dilakukan, terkonfirmasi 24 peternakan lain yang juga positif dengan isolasi virus pada tanggal 5 Juli [5], naik menjadi 31 peternakan yang positif pada tanggal 10 Juli [30]. Pada tanggal 2 Juli, SAGARPA (Secretariat of Agriculture, Livestock, Rural Development, Fisheries and Food), unit dari Pemerintah Federal Meksiko, menerbitkan Sitem Darurat Kesehatan Hewan Nasional dengan tujuan mengendalikan dan mengeliminasi wabah HPAI H7N3, memberikan pedoman yang jelas bagi seluruh kegiatan pengendalian yang diimplementasikan dibawah Hukum Kesehatan Hewan Nasional [45].
Selama minggu-minggu berikutnya, sampai September 2012, sebanyak 44 peternakan telah diidentifikasi dalam wilayah yang mencakup 19.500 km2 zona kontrol. Sekitar 22.4 juta ayam dimusnahkan selama kegiatan ini, dengan biaya langsung dan tidak langsung yang dihitung oleh Asosiasi Perunggasan Nasional (National Poultry Association/UNA) mencapai lebih dari 650 juta USD [50].
Regulasi terkait pergerakan unggas dan produk unggas ditetapkan untuk setiap wilayah (fokal, perifokal, dan buffer). Surveilans dilakukan di seluruh negeri, meliputi monitoring 2069 unit produksi dan analisis sekitar 158.000 sampel. Pada negara bagian Jalisco, total sebanyak 712 peternakan yang disurvei, mewakili populasi total sebanyak 117.3 juta ayam. Dari 712 peternakan itu, 44 peternakan komersial (38 peternakan ayam petelur dan 6 peternakan breeder) terletak pada delapan kabupaten di wilayah Los Altos mendapatkan hasil positif antara bulan Juni sampai September. Tidak ada peternakan unggas belakang rumah yang mendapatkan hasil positif, akan tetapi terdapat hasil isolasi virus HPAI H7N3 tambahan dari burung liar – tiga dari burung common grackle (Quiscalus quiscula) dan satu dari burung barn swallow (Hirundo rustica). Peranan burung-burung liar ini dalam dispersi virus tidak diketahui.
Negara bagian Jalisco menghasilkan 55% dari seluruh produksi telur [5] dan 11% dari seluruh produksi ayam pedaging di Meksiko. Wilayah Los Altos memelikilebih dari 80 juta ayam petelur yang berproduksi, dengan lebih dari 30 juta ayam pullet dan 12 juta ayam pedaging dalam siklus produksi. Meksiko adalah konsumen telur terbesar di dunia, dengan konsumsi rata-rata 22.9 kg per kapita per tahun. Karena tantangan-tantangan inilah, rencana strategis untuk mengurangi sirkulasi virus melalui vaksinasi akhirnya dipertimbangkan.
Selama surveilans burung liar di Meksiko pada tahun 2006, virus LPAI H7N3 telah diisolasi dari burung cinnamon teal (Anas cyanoptera) dari wilayah berair yang disampel di negara bagian Meksiko [49]. Analisis gen memperlihatkan bahwa virus ini dan virus yang didapat dari unggas di negara bagian Jalisco memiliki kesamaan nukleotida 90.5 – 98.1% untuk semua segmen yang dipelajari [9, 18]. Karena tingginya level kesamaan ini, virus dari itik ini digunakan sebagai master seed untuk produksi vaksin. Melalui sokongan laboratorium farmasi yang memiliki pengalaman dalam menyiapkan vaksin AI, batch pertama sebanyak 10 juta dosis dikeluarkan melalui kontrol yang ketat oleh Badan Pengawas Kualitas Pangan, Keamanan dan Kesehatan Pangan Nasional (National Food Quality, Food Safety and Health Service/SENASICA), pada tanggal 26 Juli setelah standarisasi dasar telah dipenuhi. Vaksinasi dilakukan untuk perlindungan dan keamanan, menggunakan vaksinasi cincin (ring vaccination) di dalam zona perifocal dan zona buffer untuk ayam yang berumur lebih panjang. Jumlah vaksin yang diproduksi dipertahankan terus menerus, dan sampai tanggal 28 Agustus lebih dari 120 juta dosis telah diberikan pada ayam di dalam area beresiko (total sebanyak 165.9 juta termasuk vaksin booster dengan jumlah vaksin yang tersimpan dalam bank vaksin mencapai 70 juta dosis). Para peternak juga didorong untuk meningkatkan biosekuriti pada peternakan mereka. Kontrol pergerakan unggas hidup, kotorannya dan produk asal hewan juga tetap dilanjutkan [5].
Gegala klinis yang terobservasi pada flok ayam petelur yang terdampak terdiri dari rontok bulu, lemas, anoreksia, merunduk, pembengkakan kepala dan muka, dan lesi hemoragik pada jengger/pial, gelambir, kaki dan telapak kaki. Pada saat nekropsi, dilaporkan ditemukan edema pada laring dan trakea. Ditambah lagi adanya mukus pada trakea (pada beberapa kasus disertai eksudat darah), edema pulmoner, dan pada beberapa kasus hemorrhagi petekie pada parenkima juga ditemukan. Kuning telur yang berada pada rongga perut dan hemorrhagi pada permukaan organ juga sering sekali ditemui.
Isolasi terakhir virus selama tahun 2012 dilakukan pada bulan September, dan pihak kesehatan hewan berwenang memberikan informasi kepada OIE pada tanggal 12 Desember bahwa wabah HPAI H7N2 telah berhasil dieliminasi dan aktivitas surveilas akan tetap dilanjutkan dengan merujuk kepada Kode yang dikeluarkan oleh OIE [46].
Gelombang kedua wabah tahun 2013-2014: gejala klinis, diagnosis, perkembangan wabah, dan upaya penanggulangan
Pada tanggal 3 Januari 2013, produsen ayam di wilayah negara bagian Aguascalientes (utara Jalisco, yang merupakan zona control pada tahun 2012) melaporkan kepada pihak kesehatan hewan berwenang adanya kenaikan angka kematian pada ayam betina petelur yang sedang dalam masa produksi. Sampel kemudian dikumpulkan dan dilakukan pengujian, dan akhirnya keberadaan virus HPAI H7N3 terkonfirmasi. Peternakan kedua yang positif berada dibawah perusahaan yang sama dan terdeteksi terkena wabah pada tanggal 5 Januari [41]. Program vaksinasi diinisiasi pada tanggal 14 Januari untuk semua peternakan ayam petelur di negara bagian itu dan di dua peternakan ayam pedaging yang berada di wilayah beresiko [51]. Pada tanggal 12 Januari, dua peternakan ayam petelur yang positif terinfeksi kembali terdeteksi di Los Altos, Jalisco, setelah dokter hewan setempat melaporkan meningkatnya kematian dan mengamati adanya lesi-lesi makro yang konsisten dengan tanda infeksi HPAI. Pada tanggal 12 Februari, ayam-ayam pada peternakan breeder ayam yang besar di negara bagian Guanajuato (Jalisco Barat) menunjukkan gejala klinis HPAI, dan selama surveilans pada zona fokal kepada empat peternakan breeder lainnya, satu peternakan ayam pedaging, dan lima peternakan ayam petelur terkonfirmasi positif. Penyebaran infeksi virus terjadi di negara bagian Guanajuato dan Jalisco setelah beberapa minggu berselang. Pada bulan Maret, sebuah wabah muncul di negara bagian Tlaxcala (580 km dari zona kontrol), pada flok unggas belakang rumah yang kemudian dengan cepat dieliminasi. Pada tanggal 16 April kasus pertama HPAI H7N3 teridentifikasi di negara bagian Puebla (650 km dari zona kontrol). Upaya pengendalian langsung dilakukan pada zona-zona ini. Pada tanggal 31 Agustus 2013, terdapat empat kasus di negara bagian Aguascalientes, 37 kasus di negara bagian Puebla, dan satu kasus di negara Tlaxcala [34]. Pada semua kasus, vaksinasi diimplementasikan pada semua zona terdampak, dan pada 8 negara bagian lainnya dilaksanakan vaksinasi pencegahan pada ayam petelur dan pedaging.
SENASICA mengkonfirmasi bahwa terdapat 14 wabah yang terjadi selama 6 bulan pertama tahun 2014 (Juan Garcia, melalui komunikasi personal), meskipun wabah-wabah ini belum dilaporkan kepada OIE. Surveilans menyeluruh di seluruh negeri tetap dijalankan untuk mendeteksi potensi pemasukan virus kembali kedalam negara itu. UNA telah memperkirakan bahwa biaya yang dikeluarkan dalam mengatasi wabah sampai tahun 2013 mencapai lebih dari 1 milyar dolar USD. Ekspor telur dan daging ayam dari Meksiko berkurang sebagai akibat pembatasan perdagangan, tetapi sekarang sudah kembali membaik, meskipun agar kembali kepada level ekspor yang sebelumnya diperlukan waktu sampai wabah dianggap telah dieradikasi dan hal ini juga telah diverifikasi oleh negara-negara pengimpor [15].
HPAI H7 di Australia Tahun 2012-2013
HPAI H7N7 di New South Wales di Tahun 2012
Gejala klinis, diagnosis, perkembangan wabah, dan upaya penanggulangan
Pada tanggal 14 November 2012, flu burung H7 telah dikonfirmasi pada sebuah flok ayam petelur yang dipelihara secara semi-intensif pada sebuah properti peternakan di New South Wales (NSW) (Table 10.6) [31]. Pengujian yang dilakukan sesudahnya mengkonfirmasi keberadaan virus HPAI H7N7. Pekerja pada properti peternakan pemeliharaan semi-intensif di dekat Maitland mengamati terjadinya kematian mendadak sekitar 1% dari 12.5000 ekor pada satu diantara empat kandang dengan jumlah populasi serupa pada tanggal 9 November 2012. Pada awalnya, mereka mencurigai kolera unggas sebagai penyebab kematian mendadak ini, dan dokter hewan yang dipanggil memberikan resep antibiotik, tetapi juga mengambil dan mengirimkan sampel ke Laboratorium Diagnostik Hewan Negara Bagian New South Wales (State Veterinary Diagnosic Laboratory/SVDL), meminta uji kultur bakteri dan untuk mengecualikan kemungkinan avian influenza. Dua hari kemudian, kematian mulai meningkat pada kandang No.2, dan mencapai 10% pada hari ke-5, sementara kematian per hari pada kandang No.1 menurun dengan cepat dari 2% menjadi 0.3% pada hari ke-lima. Unggas berumur 46 minggu atau lebih, dan seluruhnya bertelur. Penurunan produksi telur teramati pada kandang No.3 akan tetapi tidak ada peningkatan mortalitas yang teramati sebelum unggas dimusnahkan.

Diagnosa awal
Sampel awal yang dimasukkan adalah pool dari swab kloaka. Pengujian memberikan hasil positif avian influenza A dengan uji TaqMan, hasil negatif H5 dengan uji TaqMan, hasil positif H7 dengan uji TaqMan yang digunakan pada fasilitas SVDL NSW, akan tetapi hasil negative dari pengujian TaqMan yang digunakan pada Laboratorium Kesehatan Hewan Australia (AAHL). Virus diisolasi dari sampel setelah dilakukan inokulasi pada telur ayam SPF berembrio berumur 9 sampai 11 hari.
Sekuensing subtipe HA menggunakan pan-HA primer [14] mengkonfirmasi keberadaan virus HPAI H7 dengan motif pembelahan PEIPRKRKR*GLF. Sampel memberikan produk RT-PCR konvensional untuk analisis sekuens NA menggunakan primer subtipe H7 [17]. Analisis blast dari gen NA menunjukkan bahwa kesamaan tertinggi dengan virus influenza A subtipe H7 serupa dengan A/duck/Tsukuba/700/2007 (H7N7) sebagai referensi sekuensnya. Subtipe neuraminidasenya dikonfirmasi dengan uji hambatan neuraminidase.
Perkembangan wabah dan surveilans terkait
Terdapat beberapa buah kekurangan pada sistem biosekuriti peternakan terdampak, meliputi tempat penampungan air yang tidak tertutup atau hanya ditutupi sebagian yang menjadi mudah diakses oleh burung liar dan rentan terkontaminasi tumpahan pakan dari silo yang bocor. Infeksi diasumsikan telah terjadi melalui kontak dengan burung liar. Tidak ada peternakan lain yang terdampak. Virus AI telah diketahui bersirkulasi pada burung liar migrasi maupun burung air di Australia, dan pekerjaan monitoring virus AI yang beredan pada populasi burung liar terus berlangsung. Sejumlah virus influenza, termasuk H7 LPAI, telah terdeteksi secara rutin pada burung liar.
Analisa filogenetik berdasarkan gen HA yang menunjukkan bahwa virus H7N7 dari wabah pada unggas di New South Wales pada November 2012 termasuk ke dalam keturunan virus AI H7 Australia. Akan tetapi tidak ada sekuens HA H7 yang telah terdeteksi sebelumnya yang disimpan dalam GenBank yang serupad dengan virus yang saat ini menyebabkan wabah. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat beberapa level antigenic drift, baik dari virus AI H7 Australasia yang bersirkulasi pada burung liar, dan dari virus HPAI penyebab wabah sebelumnya di Australia.
Sekuens gen HA memberikan pemahaman adanya ketidaksesuaian antara hasil uji TaqMan yang didapat melalui NSW SVDL dan yang didapat melalui AAHL. Terdapat dua ketidakcocokan pada sekuens probe dan empat pada reverse primer. Kedua laboratorium tersebut menggunakan primer dan probe set yang sama, akan tetapi kimia probe (BHQplus) digunakan di laboratorium NSW SVDL terbukti lebih toleran terhadap ketidakcocokan dalam kasus ini. Ketika genetic drift pada keturunan gen H7 Australia telah dikenali, pengujian retrospektif dari sampel burung liar dilakukan menggunakan pengujian yang telah dimodifikasi. Sampel dari Anseriformes yang dikumpulkan di NSW pada bulan Mei 2012 menunjukkan hasil uji positif dengan uji modifikasi, akan tetapi sebelumnya mendapatkan hasil negatif dengan uji yang tidak dimodifikasi.
Kesehatan para pekerja peternakan dan individu-individu lainnya terlibat dalam penanganan wabah dimonitor oleh otoritas kesehatan masyarakat. Tidak ada laporan kejadian penyakit pada manusia.
Upaya penanggulangan yang dilakukan
Hanya satu peternakan yang terdampak, akan tetapi 23 peternakan telah dimonitor pada zona-zona surveilans. Seluruhnya adanya sekitar 50.000 ekor unggas pada peternakan yang terinfeksi, dimana sekitar 5000 ekor mati dan sekitar 45.000 lainnya dimusnahkan [35]. Biaya wabah tidak diketahui.
HPAI H7N2 di New South Wales Tahun 2013
Gejala klinis, diagnosis, perkembangan wabah, dan upaya penanggulangan
Pada tanggal 15 Oktober 2013, HPAI H7N2 telah dikonfirmasi pada fasilitas ayam umbaran dan ayam petelur yang dikandangkan di NSW (1IP=1st Infected Premises/Peternakan yang terinfeksi pertama kali (No.1)) (Tabel 10.6) [36]. Fasilitas itu memiliki dua tempat pemeliharaan, yaitu fasilitas enam buah kandang ayam petelur yang memiliki 275.000 ekor ayam, dan fasilitas delapan kandang teduh untuk ayam umbaran (free-range) yang memiliki 160.000 ekor ayam. Dua fasilitas itu beroperasi secara independen dengan pekerja terpisah, yang berlokasi sekitar 700 m dari satu sama lain. Ada juga tempat pengolahan pakan pada tempat itu yang tidak hanya mensuplai pakan untuk fasilitas 1IP tetapi juga fasilitas peternakan babi dan ayam di NSW dan Victoria. Kedua fasilitas peternakan ini terletak di tanah bergelombang yang telah dibersihkan dengan gaya barat. Penyakit klinis pertama kali terdeteksi pada salah satu bangunan pada tangal 8 Oktober 2013. Angka mortalitas pada kisaran 0,2 – 2% antar kandang. Mortalitas total berpuncak pada sekitar 0,9% per hari (1400 dari 160.000 ekor ayam) pada fasilitas kandang ayam umbaran, dibandingkan dengan angka mortalitas yang biasanya yaitu 0,012% (30 dari 160.000 ekor ayam).
Surveilans dan aktivitas tracking dilakukan secepatnya setelah adanya infeksi pada fasilitas 1IP, dan pada tanggal 23 November 2013 terdeteksi fasilitas kedua yang terinfeksi (2IP = 2nd Infected Premises/Peternakan terinfeksi yang ke-2 (No.2), dan infeksi HPAI H7N2 telah terkonfirmasi. Fasilitas 2IP ini berlokasi sekitar 33 km arah barat daru fasilitas 1IP. Topografi fasilitas ini bergelombang sampai datar, utamanya berupa lahan tanam. Tempat itu secara geografis terisolasi dari peternakan lainnya. Ada dua kandang ayam petelur yang memiliki desain dan luas yang sama, terletak terpisah 30 m dari satu sama lain, dengan fasilitas penyimpanan dingin untuk telur yang berdekatan dengan kandang di sebelah utara. Fasilitas 2IP memiliki 55.000 ekor ayam petelur dalam dua kandang, yang menjadi rumah dari ayam berumur 74 minggu (35.000 ekor) dan 54 minggu (20.000 ekor).
Peningkatan mortalitas pada salah satu kandang pada fasilitas 2IP pertama kali terdeteksi oleh pekerja peternakan pada tanggal 22 Oktober 2013. Kematian pertama kali dideteksi pada satu wilayah ditengah-tengah fasilitas kandang di bagian selatan, dimana terdapat sekitar 100 ekor yang mati terjadi apda tanggal 23 Oktober 2013. Para pekerja menyadari terjadinya kematian, yang kemudian menyebar dari satu tempat itu sampai akhirnya keseluruhan kandang ikut menunjukkan kematian harian yang meningkat dengan cepat, yang sebelumnya sekitar 100 ekor menjadi 400, dan akhirnya menjadi lebih dari 1000.
Diagnosa awal
Sampel awal yang masuk dari fasilitas 1IP adalah enam swab kloaka. Semuanya menunjukkan hasil positif influenza tipe A melalui uji TaqMan, hasil negatif terhadap H5 dan H9 melalui uji TaqMan, akan tetapi hasil positif terhadap H7 melalui uji TaqMan. Virus diisolasi dari seluruh sampel setelah inokulasi pada telur ayam SPF (Specific Pathogen Free) berembrio berumur 9 – 11 hari. Sekuensing subtype HA menggunakan primer pan-HA [14], mengkonfirmasi keberadaan HPAI dari subtype H7, dengan motif sekuens pembelahan PEIPRKRKR*GLF, pada seluruh sampel. Lima dari enam sampel yang ada memberikan produk RT-PCR untuk analisis sekuens NA menggunakan primer subtype N2 [13]. Analisis BLAST dari sekuens gen NA menunjukkan kesamaan yang tertinggi (94-95%) dengan virus influenza A subtype N2.
Perkembangan wabah dan surveilans terkait
Unggas umbaran pada fasilitas 1IP memiliki potensi terpapar unggas air. Sebuah DAM terletak berdekatan dengan fasilitas peternakan unggas umbaran, dan dilaporkan adanya itik yang masuk ke wilayah peternakan. Hal ini didukung oleh pola infeksi yang terlihat pada fasilitas 1IP. Kematian pertama kali terjadi pada unggas yang diumbar, kira-kira 4 hari sebelum gejala klinis terlihat pada unggas yang berada di kandang, menunjukkan bahwa unggas petelur yang diumbar terinfeksi terlebih dahulu daripada unggas petelur yang dikandangkan. Virus AI diketahui telah bersirkulasi pada burung-burung migrasi dan burung-burung air di Australia, dan kegiatan monitoring virus influenza yang bersirkulasi pada populasi unggas air masih dalam proses pelaksanaan. Sejumlah virus influenza A, termasuk virus LPAI H7 telah terdeteksi secara reguler pada unggas air.
Tampaknya ada titik-titik sumber pemasukan virus berpatogenitas rendah oleh unggas liar diikuti dengan adaptasi, pasase berantai, dan (dalam hal ini) seleksi virus berpatogenitas tinggi terhadap ayam. Penyebaran lebih lanjut yang terjadi antara fasilitas unggas umbaran dan fasilitas unggas unggas dikandangkan tampaknya bersifat mekanis, melalui karton rak telur yang terkontaminasi. Sampling lanjutan dari unggas yang dicurigai sebagai yang pertama kali terinfeksi dan sampling dari burung liar di wilayah sekitar gagal menentukan sumber putatif virus LPAI.
Meskipun bahan pakan untuk fasilitas 2IP bersumber dari fasilitas 1IP, dianggap tidak mungkin sebagai rute transmisi, karena pengiriman pakan dilakukan kepada banyak fasilitas lain selama periode waktu yang relevan dengan waktu wabah, akan tetapi fasilitas-fasilitas tersebut tetap bebas penyakit. Pola penyakit pada fasilitas 2IP juga menunjukkan pemasukan virus fokal daripada pemasukan yang tersebar di seluruh flok. Penggunaan kardus telur yang digunakan berulang pada kedua fasilitas terdampak adalah rute transmisi paling jungkin dari fasilitas 1IP ke 2IP, dan antar bangunan dalam fasilitas 1IP. Kardus telur yang digunakan untuk mengangkut telur dikembalikan ke setiap peternakan pada tahap akhir prosesing. Kardus telur yang telah digunakan tidak dilakukan dekontaminasi sebelum meninggalkan pabrik prosessing. Sangat mungkin bahwa transmisi terjadi kepada bangunan unggas petelur yang dikandangkan dan kepada fasilitas 2IP terjadi melalui kontaminasi kardus telur dari tempat pemeliharaan unggas yang diumbar di fasilitas 1IP.
Analisis filogenik berdasarkan sekuens gen HA yang hampir sempurna menunjukkan bahwa virus H7N2 yang berasal dari wabah di bulan Oktober 2013 di New South Wales termasuk kedalam virus AI subtype H7 keturunan Australia. HA dari virus H7N2 penyebab wabah yang sedang berjalan berasal dari keturunan Australia dan berhubungan dengan virus AI H7 yang saat ini bersirkulasi pada unggas air liar sebagai virus LPAI dan dengan kasus yang baru-baru ini terjadi yaitu HPAI H7N7 (pada tahun 2012 di NSW).
Kesehatan pekerja peternakan dan individu lain yang terlibat dalam wabah diawasi oleh pejabat Kesehatan yang berwenang. Tidak ada laporan kasus penyakit.
Upaya penanggulangan yang dilakukan
Total dua peternakan yang terdampak, dan 36 peternakan dimonitor didalam zona surveilans. Totalnya sebanyak 490.000 ekor unggas pada peternakan yang terdampak, dimana sebanyak 18.620 ekor yang mati dan 471.380 ekor dimusnahkan. Gejala klinisnya pertama dikenali pada tanggal 8 Oktober 2013, dan laporan terakhir yang dikirimkan ke FAO tertanggal 21 Februari 2014 [42]. Biaya keseluruhan penanganan wabah tidak diketahui.
HPAI H5N2 di China Taipei Tahun 2012
Pada tahun 2012, wabah HPAI H5N2 dilaporkan di China Taipei sebagai dua kejadian penyakit berbeda [32, 37]. Kasus pertama dilaporkan di Distrik Liou-Jia di Provinsi Tainan, berdasarkan keberadaan gejala klinis dari penyakit yang dicurigai yang ditemui di abbatoir [33]. Pusat Penanggulangan Penyakit Lokal (Local Disease Control Center/ LDCC) melacak unggas ayam yang bergejala tersebut berasal dari peternakan breeder, yang telah mengalami angka kematian sampai 16,6%. Wabah-wabah lain telah teridentifikasi pada ayam kampung (n =4) dan ayam petelur/layer (n = 1) pada lima tempat di Provinsi Chang-Hua, PingTung, Yunlin dan Penghu, melibatkan sebanyak 47.151 ekor ayam (Gambar 10.2 dan Tabel 10.7) [32, 37]. Angka mortalitas rata-rata unggas ayam pada peternakan yang terdampak sebanyak 12% (kisaran 1,28 sampai 24,9%). Tidak ada kasus pada manusia yang dilaporkan, dan biaya finansial dari wabah tidak diketahui.
Diagnosis
Diagnosis virus HPAI H5N2 didasarkan pada uji RT-PCR, sekuensing tempat pembelahan hemagglutinin (HA) (PQRRKR*GLF), dan uji IVPI pada ayam (Skor IVPI = 2.91).
Karakteristik klinis
Pemicu investigasi terduga kasus adalah kematian tidak normal yang terindetifikasi oleh peternak maupun dokter hewan, atau gejala klinis yang terlihat di tempat penyembelihan.

Gambar 10.2 Distribusi wilayah terdampak LPAI H5N2 di China Taipei selama Tahun 2012. Informasi didapat dari OIE (Organisasi Kesehatan Hewan Dunia). Lihat bagian Plate untuk melihat representasi warna-warna yang disajikan pada gambar ini.
Perkembangan wabah dan epidemiologi molekuler
Virus LPAI H5N2 pertama kali dilaporkan di China Taipei pada Desember 2003, dan diasosiasikan dengan kasus yang terdampak pada 21 peternakan ayam, berakibat apda pemusnahan ayam yang terinfeksi [8]. Wabah telah diumumkan berakhir pada Maret 2004, akan tetapi kasus-kasus tambahan dari keturunan virus yang sama dilaporkan pada bulan Oktober 2008, Oktober 2009, antara Dsember 2012 dan Juli 2013, antara Agustus dan September 2013, pada November 2013, dan padaApril 2014 [8, 19, 43, 44]. Virus-virus LPAI H5N2 ini merupakan reasortan dengan gen HA dan neuraminidase (NA) diturunkan dari keturunan Amerika Utara yang sebagian besar berhubungan dengan strain vaksin Meksiko tahun 1994, dan enam segmen gen sisanya berasal dari virus LPAI H6N1 dari keturunan Eurasia yang telah bersirkulasi pada unggas di China Taipei sejak 1997 [8, 19]. Virus LPAI H5 telah diisolasi dari burung air liar di China Taipei, akan tetapi virus-virus tersebut berasal dari keturunan Eurasia dan bukan merupakan sumber segmen HA dan NA penyebab wabah LPAI H5N1 [8]. Virus LPAI H5N2 2003 memiliki tempat pembelahan HA dengan tiga asam amino dasar (misalkan PQREKR*GLF) dan skor IVPI 0, yang serupa dengan virus LPAI lainnya [55]. Akan tetapi, virus LAPI H5N2 2008 memiliki tempat pembelahan HA yang terdiri dari empat asam amino nasar (misalnya PQRKKR*GLF), yang konsisten dengan virus-virus H5 yang telah dilaporkan memiliki fenotipe berpatogenitas tinggi, akan tetapi virus China Taipei ini memiliki virulensi in-vivo menengah pada ayam (IVPI = 0.89) [8]. Pengujian yang mendetail mengindikasikan bahwa resiko mortalitas tergantung pada umur ayam, dengan mortalitas tertinggi terlihat pada umur enam minggu (IVPI = 1.86) daripada umur 8 minggu (IVPI = 0.68) [55]. Akan tetapi, pasase empat dan delapan dari virus H5N2 pada ayam berakibat munculnya fenotipe berpatogenitas tinggi pada ayam berumur delapan minggu (IVPI = 1.85 dan 2.36) [55].
Tidak diketahui bagaimana segmen gen H5 dan N2 Meksiko masuk ke dalam virus AI dari China Taipei, akan tetapi pemasukan dari burung liar mungkin tidak terjadi, karena hasil surveilans hanya mendeteksi segmen gen H5 dan N2 dari Eurasia dan bukan yang berasal dari Amerika Utara [8, 19]. Keberadaan segmen gen HA dan NA dari virus LPAI H5N2 Meksiko Tahun 1994 ditambah reassortment dengan gen internal virus LPAI China Taipei yang sudah endemic menunjukkan bahwa gen H5 dan N2 masuk melalui unggas domestik, kemungkinan besar berasal dari program vaksinasi illegal [8].

Upaya penanggulangan
Investigasi klinis dan epidemiologi terhadap kelompok peternakan sekitar dilakukan dalam radius 3 km dalam rangka mengindentifikasi kasus-kasus tambahan. Strategi pemusnahan (stamping out) (Table 10.6) digunakan pada daerah-daerah terinfeksi dan pada setiap kasus yang teridentifikasi di dalam zona restriksi 3 km tadi. Upaya-upaya penanggulangan lainnya termasuk karantina, pembatasan pergerakan hewan di dalam negara, screening/pemetaan, penetapan zonasi, dan desinfeksi wilayah yang terinfeksi (Tabel 10.6). Vaksinasi tidak diperbolehkan, dan tidak ada upaya perawatan yang dilakukan untuk hewan yang terdampak.

HPAI H7N7 di Italia Tahun 2013
Gejala klinis dan deskripsi populasi terdampak
Pada tanggal 14 Agustus 2013, wabah HPAI H7N7 terkonfirmasi pada sebuah peternakan yang mencakup 135.000 ekor ayam petelur dalam 5 kandang (kandang nomer 1, 2, 4, 5, dan 7) yang berloaksi di Provinsi Ferrara, Emilia-Romagna, Italia (Tabel 10.8). kandang No.1 dan No.7 adalah kandang yang terletak paling terluar dan miliki wilayah untuk mengumbar unggas. Pada minggu terakhir pada bulan Juli 2013, peningkatan mortalitas terobservasi dari 0,2% menjadi 0,7% pada kandang-kandang terluar, dan dari o,2% sampai 0,9% pada kandang-kandang yang belokasi lebih ke dalam. Dari tanggal 7 sampai 12 Agustus, puncak mortalitas mencapai 8,9% pada kandang No.2 dan menurun menjadi 5% pada kandang yang sama pada tanggal 12 Agustus. Sampel yang diambil pada tanggal 9 Agustus mendapatkan hasil positif RT-PCR virus H7 untuk kandang No. 2 dan No.5, dan virus HPAI H7 selanjutnya dapat dikonfirmasi melalui sekuensing dan uji IVPI. Pada kandang No.1 dan No.7 tidak terdeteksi adanya virus. Akan tetapi menunjukkan serokonversi terhadap H7 [7].
Perkembangan wabah dan surveilans terkait
Peningkatan surveilans telah diimplementasikan dan lima tempat pengepul yang berhubungan erat secara epidemiologi mendapatkan hasil positif virus H7N7 dari tanggal 19 Agustus dan 5 September. Peternakan awal wabah berlokasi pada delta sungai Po, dan keberadaan burung air liar yang berdekatan dengan ayam betina yang diumbar juga telah didokumentasikan. Investigasi epidemiologi dan laboratorium yang dideskripsikan di atas menunjukkan bahwa sangat mungkin bahwa virus yang masuk ke dalam Kandang No.1 dan 7 adalah virus progenitor LPAI dan masuk melalui kontak dengan burung liar.
Diagnosa awal
Diagnosis pada peternakan awal dan kasus-kasus yang muncul setelahnya didasarkan pada RT-PCR dan sekuensing, diikuti dengan isolasi virus dalam telur ayam berembrio yang bebas patogen spesifik (SPF) dan dilakukan tes IVPI (hanya untuk virus indeks saja) menurut standar teknis [12]. Dalam kandang yang sama (kandang No. 2) pada peternakan yang menjadi awal wabah, dua virus HPAI H7N7 diisolasi dengan tempat pembelahan dasar berlipat yang berbeda, keduanya mengindikasikan virus HPAI (PKRKRR*GLF dan PKRRERR*GLF). Kedua virus menunjukkan nilai IVPI 3. Hanya motif PKRRERR*GLF terungkap pada virus yang diisolasi pada kejadian infeksi berikutnya. Secara filogenetik, virus HPAI H7N7 dikelompokkan bersama dengan virus LPAI H7 yang terdeteksi secara sporadic pada unggas di Belanda dan Jerman antara tahun 2010 dan 2012, dan virus-virus ini juga secara genetik berhubungan dengan virus H7 yang bersirkulasi pada burung liar di Italia dan Eurasia dari tahun 2009 sampai 2013. Hal ini konsisten dengan data epidemiologi, yang menu jukkan kemungkinan pemasukan virus LPAI melalui kontak dengan burung liar. Virus HPAI H7N7 Italia memiliki hubungan kekerabatan yang jauh dengan wabah HPAI H7N7 yang terjadi sebelumnya di Inggris dan Belanda, juga dengan wabah HPAI lain yang terjadi di Eropa dan wilayah-wilayah lain di seluruh dunia [7]. Salah satunya, diantara pada pekerja yang bekerja pada peternakan terinfeksi, tiga kasus infeksi H7N7 telah dikonfirmasi. Tiga individu terinfeksi ini juga terlibat dalam kegiatan pemusnahan dan/atau pembersihan selama wabah. Mereka menjukkan konjungtivitis mono atau bilateral yang sembuh sendiri tanpa adanya gejala pernafasan. Mereka diisolasi di rumah tanpa penanganan antiviral spesifik, dan sembuh dalam hitungan hari. Virus-virus yang diisolasi dari pasien-pasien ini serupa segmen HA dan NA-nya dengan yang diisolasi dari wabah pada unggas. Tidak ada penanda adaptasi dan mutasi pada hospes mamalia yang berhubungan dengan resistensi adamantine yang terdeteksi pada genom virus. Secara genetic dan fenotipik virus-virus ini rentan terhadap inhibitor neuraminidase [48].
Upaya penanggulangan yang dilakukan
Keseluruhan peternakan yang terinfeksi dilakukan pemusnahan, dan lebih dari 900 ribu unggas dimusnahkan (Tabel 10.8). Seiring terdeteksinya kasus pertama, upaya eradikasi penyakit yang dijabarkan dalam Directive 94/2005/CE diimplementasikan, dan program monitoring intens dilakukan dalam skala regional dan nasional [38]. Keseluruhan biaya langsung, termasuk pemusnahan hewan terinfeksi dan yang dicurigai terjangkit, pembuangan unggas dan lingkungan terinfeksi, dan pembersihan juga desinfeksi diperkirakan sebesar 7 juta €.
HPAI H7N7 di Inggris Tahun 2015
Pada 13 Juli 2015 telah terjadi wabah HPAI H7N7 pada sebuah peternakan ayam petelur di Lancashire, Inggris bagian utara [6]. Infeksi terbatas pada satu fasilitas peternakan saja dan tidak menyebar lebih jauh. Virus telah masuk sebagai LPAI beberapa minggu sebelumnya. Terdapat perkembangan penampakan gejala klinis yang pada awalnya modetat, terutama terlihat dengan penurunan produksi telur dan meningkatnya tingkat mortalitas. Akan tetapi tingkat mortalitas hanya moderat sebagai akibat adanya kekebalan pada sebagian besar populasi unggas yang ada sebelum virus bermutasi menjadi virus berpatogenitas tinggi (HPAI). Analisis yang mendetail mengungkapkan bahwa setelah pemasukan virus di awal, virus telah menyebar diantara kelompok-kelompok epidemiologi yang berbeda di dalam fasilitas yang terinfeksi, dan pada saat itulah virus tersebut bermutasi menjadi strain yang berpatogenitas tinggi. Fasilitas peternakan tersebut kompleks, dan berisi unggas, baik yang dipelihara dengan diumbar (free-range) maupun ayam petelur yang dikandangkan, dengan total jumlah keseluruhan sebanyak 170.00 unggas pada saat dikonfirmasi. Investigasi mendetail mengungkapkan bahwa ada burung liar yang masuk dan berdiam di kolam yang ada di dalam fasilitas peternakan tersebut dan tampaknya merupakan sumber paling mungkin masuknya LPAI, yang akhirnya menyebar kepada unggas yang diumbar sebagai akibat kontak tidak langsung. Meskipun fasilitas peternakan yang terinfeksi berlokasi pada wilayah yang memiliki kepadatan unggas cukup tinggi, tidak ada persebaran virus secara lateral, dan wabah yang terjadi berhasil diatasi cukup cepat.
Karakterisasi genetic mengungkapkan bahwa virus ini berhubungan akan tetapi berbeda dengan strain strain yang secara bersamaan juga bersirkulasi pada burung-burung liar dan unggas di Eropa Utara. Index virus memiliki motif pembelahan HPAI yang berbeda (PEIPRHRKGR/GLF). Akan tetapi, virus ini kemungkinan merupakan keturunan dari kejadian genetic reassortment yang terjadi secara alami di alam dari dua atau lebih strain virus progenitor (asal), dan dapat dengan jelas dibedakan dengan virus LPAI H7N7 yang dihubungkan dengan wabah pada breeder broiler di Inggris pada Februari 2015. Dengan begitu, ada dua virus yang terlibat pada dua kejadian pemasukan virus yang tidak berhubungan satu sama lain. Tidak ada kasus pada manusia yang dilaporkan berhubungan dengan wabah ini.
HPAI H7N7 di Jerman Tahun 2015
Pada 26 Juli 2015, wabah HPAI H7N7 telah terkonfirmasi pada sebuah peternakan ayam petelur di Lower Saxony, Jerman. Infeksi berhasil diisolasi dalam salah satu fasilitas peternakan, dan tidak menyebar. Gejala klinis meliputi berkurangnya produksi telur, berkurangnya pakan yang dikonsumsi, dan peningkatan mortalitas. Wilayah fasilitas yang terinfeksi yang mencakup 10.000 unggas berdekatan dengan wilayah yang sebelumnya telah terdeteksi virus LPAI H7N7 pada bulan Juni 2015, dan meskipun dilakukan pengujian yang dilakukan pada wilayah ini sebelumnya menunjukkan hasil negative, kemungkinan adanya infeksi biasa atau adanya hubungan langsung tidak dapat dikesampingkan. Penggunaan strategi konvensional dengan penerapan zonasi dan pemusnahan unggas pada fasilitas yang terinfeksi, berhasil menghentikan wabah secara cepat meskipun peternakan tersebut terletak di wilayah yang memiliki kepadatan unggas cukup tinggi. Karakterisasi genetic dari virus penyebab wabah ini mengungkapkan fakta bahwa, meskipun virus ini berhubungan dengan strain yang secara bersamaan juga bersirkulasi pada burung-burung liar dan unggas di Eropa, virus ini dapat dibedakan dengan virus-virus lain tersebut, dan bahwa wabah telah terjadi disebabkan oleh adanya masuknya virus secara independent. Motif situs pembelahan HA pada virus ini adalah PEIPKRKR-RGLF (T. Harder, komunikasi personal). Hasil deduksi menyimpulkan bahwa virus ini muncul akibat mutasi yang ditimbulkan masuknya virus LPAI H7N7 [16]. Tidak ada kasus pada manusia yang dilaporkan.
Addendum
Sejak Bab ini selesai ditulis oada pertengahan tahun 2015, dua wabah HPAI tambahan telah terjadi. Yang pertama melibatkan virus HPAI H5Nx non-keturunan GS/GD pada flok-flok unggas yang beragam di Perancis pada akhir tahun 2015 sampai 2016. Wabah kedua disebabkan virus HPAI H7N8 pada satu flok kalkun di Indiana, Amerika Serikat pada Januari 2016, dan ada infeksi pada beberapa flok kelakuan yang berdekatan yang dihubungkan dengan progenitor kasus yakni virus LPAI H7N8.
DISCLAIMER
This article was translated to enable Bahasa Indonesia readers to better understand the topic explained inside the article in their native language. The translator made no profit in translating the article.